Sabtu, 29 Mei 2021

Pentingnya "Bahasa Ibu"



"You eatlah. Masak dari tadi tidak eat. Kamu must eat sekarang!"  (seseorang bicara pada anaknya).

Bolehkah anak saya yang masih kecil belajar Bahasa Inggris atau Bahasa Mandarin? Demikian pertanyaan banyak orang. Tentu jawabannya adalah, "Boleh," karena banyak penelitian menunjukkan bahwa pemerolehan banyak bahasa di usia muda itu memungkinkan dan baik. Tapi hati-hati! Metode yang salah dalam mengajarkan bahasa dapat merugikan anak Anda.

Saya kadang mendengar ada orang tua yang mengacaukan pemerolehan bahasa pertama anak dengan menggunakan bahasa gado-gado. Ramirez dkk, melalui penelitian yang di bawah nanti saya kutip, menemukan ternyata anak-anak kita kesulitan belajar di masa depan jika bahasa pertamanya tidak dikuasai dengan baik. 

"You eatlah. Masak dari tadi tidak eat-eat?" adalah contoh dari "kekacauan" itu. Ada dua bahasa di dalam satu kalimat. Itu bukan bilingual, melainkan bahasa gado-gado, penggunaan Bahasa Inggrisnya tidak bagus, Bahasa Indonesianya pun tidak bagus.

Sebagai orang tua, sebelum mengajarkan bahasa kedua atau L2 (language number two), harus memastikan penguasaan bahasa pertama atau L1 (first language). Mari kita simak paparan berikut ini tentang bahasa pertama dan bahasa kedua.

Bahasa Ibu atau native language atau disebut juga mother tongue  pada dasarnya adalah bahasa yang kita gunakan sehari-hari dan kita gunakan secara "begitu saja". Misalnya, ketika Anda ditanya, "Berapakah lima dibagi dengan dua?" dan saat Anda berpikir untuk menjawab, maka di benak Anda itu Anda menggunakan bahasa ibu Anda. Jika Anda berpikir "lima" dibagi dengan "dua" dan hasilnya adalah "dua setengah", maka bahasa ibu Anda adalah Bahasa Indonesia. Sedangkan, jika dalam benak Anda menggunakan bahasa lain, maka bahasa ibu Anda adalah bahasa selain Bahasa Indonesia tersebut. 

Jika anak yang baru mulai sekolah (misalnya SD kelas 1 atau kelas 2) dipaksa menggunakan Bahasa Inggris untuk berpikir sementara bahasa pertamanya adalah Bahasa Indonesia belum dikuasai dengan baik, maka penelitian membuktikan bahwa anak tersebut akan mengalami kesulitan berpikir saat memasuki usia yang lebih dewasa nantinya. Literasi bahasa dan numerik terbukti lebih rendah jika dibandingkan dengan anak-anak dengan kemampuan bahasa ibu yang baik. Berikut ini beberapa penelitian yang dapat kita simak.

Dahm dan De Angelis (2017) membuktikan melalui sebuah penelitian bahwa penguasaan bahasa Ibu sangat menentukan literasi bahasa dan literasi numerik siswa. Bob Tomblin juga menerangkan bahwa penguasaan bahasa ibu sangat penting untuk meningkatkan keterampilan esensial seperti berpikir kritis dan literasi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Naja Ferjan Ramírez, Amy M. Lieberman, and Rachel I. Mayberry (2013) menunjukkan bahwa saat seseorang menjadi dewasa dan kesulitan dalam belajar bahasa, bisa jadi hal itu merupakan dampak dari kesalahan di usia-usia awal saat ia tidak menguasai bahasa pertamanya (L1 atau Language 1).

Menguasai sebuah bahasa ditunjukkan dengan bagaimana secara lisan dan tulisan ia menggunakannya dengan baik, runtut, dan komunikatif.

Jadi, saat anak-anak kita belajar bahasa asing yang diharapkan menjadi L1 baginya, kita perlu berbicara menggunakan bahasa tersebut secara intens dan benar juga. Sebagai orangtua kita boleh mengajak anak berbicara dengan bahasa kedua bahkan bahasa ketiga, tapi dengan sepenuhnya menggunakan kalimat yang baik dalam satu deret kalimat atau paragraf, misalnya bahasa Indonesia saja atau bahasa Inggris saja dalam satu kalimat atau ungkapan. Contohnya, "Ayo makan sekarang!" lalu lanjutkan, "I said, you must eat now!" Jadi, tidak gado-gado bahasanya. Bisa juga ditambahkan dengan bahasa ketiga, "Lha ngono lho, aku seneng nak maemu akeh ngono kuwi!"

Penulis: Sigit Setyawan

Picture: pixabay.com

Rabu, 26 Mei 2021

Kumpulan Metode Pembelajaran Online, PJJ Offline, dan Tatap Muka



Berikut ini adalah kumpulan metode-metode mengajar online, pembelajaran jarak jauh offline, dan pembelajaran tatap muka.

A. Metode-Metode Pembelajaran Online

1. Game Bersama Guru

    a. Tebak Gambar: Guru menyembunyikan gambar/bagan lalu memberikan petunjuk. Siswa menebak secara bergantian. Dapat pula siswa menggambar dan siswa lain menebak secara bergantian.

    b. Teka-teki layar. Guru menayangkan teka-teki di layar, siswa menjawab bergantian atau melalui chat.

    c. Kategori kata. Guru meminta siswa menulis kata, lalu memberikan petunjuk. Siswa lain menebak langsung bergantian atau menulis jawaban di chat.

    d. Treasure Hunt.. Guru memberi teka-teki benda di rumah. Lalu guru memberikan waktu lima menit bagi siswa untuk menunjukkan barang-barang yang dimaksud di layar.

2. Game Online menggunakan kahoot, quiziz, atau quizlet

3. Tanya-Jawab dan Wawancara. Guru melakukan tanya-jawab atau wawancara dengan siswa tentang topik yang dibahas.

4. Online Group Sharing atau Diskusi. Para siswa berkumpul secara online untuk melakukan sharing. Setelah selesai, siswa melaporkan hasil sharing/diskusi kepada guru.

5. Video Explainer diikuti dengan mengerjakan tugas atau membuat laporan. Guru menugaskan siswa menyimak video explainer dan diikuti dengan pemberian tugas.


B. Metode-Metode Pembelajaran Jarak Jauh Offline

1. Modul Belajar. Guru menyediakan modul belajar yang terdiri dari topik, tujuan pembelajaran, materi belajar, tugas-tugas disertai rubrik penilaiannya, langkah-langkah mengerjakan tugas, dan penilaian.

2. Proyek/ Aktivitas. Siswa membuat proyek yang dikumpulkan kepada guru, misalnya prakarya, peta, dsb. Guru memberikan komentar dan nilai kepada siswa.

3. Karya Tulis Ilmiah. Siswa membuat karya tulis ilmiah dan dikirimkan ke guru untuk dinilai. Guru memberikan umpan balik perbaikan, lalu siswa mengirim perbaikannya.

4. Resensi Buku. Siswa meresensi buku dan resensi dikirimkan ke sekolah untuk dinilai. Umpan balik dikirimkan kembali ke siswa.

5. Tugas-Tugas. Siswa mengerjakan tugas di buku teks, lalu jawaban dikirimkan ke sekolah. Guru memberikan umpan balik berupa nilai dan komentar, lalu hasilnya dikembalikan lagi kepada siswa. Siswa mengirimkan perbaikan.


C. Metode-Metode Pembelajaran Tatap Muka

1. Ceramah atau lecturing. Menyampaikan informasi dari guru kepada siswa

2. Pembicara Tamu. Mengundang pembicara tamu  misalnya alumni, orang tua, siswa dari kelas lain, dokter, atau ahli, dsb.

3. Sharing Board / Sharing Table. Guru dan siswa memakai board atau table untuk bertukar informasi dan jawaban-jawaban. Informasi ditempel di papan atau meja tertentu. 

4. Story on the Board. Guru dan siswa menempelkan cerita/permasalahan di papan yang besar. Guru dan siswa lain menempelkan lanjutan cerita/jawaban atas permasalahan. Demikian seterusnya dalam sebuah alur yang sudah ditentukan di papan. Ciri dari Story on the Board adalah urutannya yang kronologis.

5. Game. kegiatan bermain sambil belajar atau kegiatan belajar sambil bermain

6. Diskusi. Proses tukar pikiran antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa lainnya

7. Presentasi. Siswa atau sekelompok siswa memaparkan atau mendeskripsikan hasil riset, kegiatan belajar, kegiatan kelompok, dsb. 

8. Debat. Siswa mempertahankan pendapatnya agar orang lain menganggap bahwa pendapatnya adalah benar

9. Musyawarah. Proses pengambilan keputusan melalui  perundingan untuk mencapai konsensus atau kata sepakat(mufakat)

10. One on one. Pendekatan bimbingan pribadi guru kepada seorang siswa

11. Bimbingan kelompok. Guru berkeliling untuk membantu kelompok

12. Pameran. Menonton atau memamerkan berbagai ragam hasil studi (riset) atau tugas terstruktur yang telah diberikan oleh guru

13. Alih teks. Siswa menuangkan pemahaman / informasi dalam bentuk tertentu (misalnya majalah dinding, komik, dsb.)

14. Jigsaw. Siswa berkumpul dalam kelompok. Tiap kelompok menguasai satu materi atau keahlian yang akan dibagikan dengan kelompok lain.

15. Role play. Melibatkan siswa dalam situasi yang seolah-olah terjadi seperti dalam dunia nyata.


Picture: pixabay.com 


Selasa, 25 Mei 2021

Para Guru, Bersiaplah Untuk Gen C

 



Dunia pendidikan harus bersiap dengan munculnya Gen C, Generasi baru yang mengalami pengalaman belajar yang berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Pandemi Covid-19 membuat dunia mengalami pengalaman luar biasa dan mengubah total cara belajar siswa dan cara mengajar para guru. Pembelajaran online dan blended learning menjadi kebiasaan baru, bahkan telah mulai menjadi cara hidup.

Ada yang menandai Gen C ini sebagai mereka yang lahir tahun 2016, tapi sebenarnya lebih tepat jika Gen C adalah mereka yang mengalami pembelajaran di era pandemi Covid-19, yaitu mereka yang masuk kelas pertama kali di tahun 2020, yaitu yang lahir pada tahun 2013-2014.

Siswa yang masuk ke kelas satu SD pada tahun 2020 adalah Gen C sesungguhnya. Mereka memulai pembelajaran di institusi yang disebut sebagai "sekolah" secara online. Mereka tidak datang ke sekolah, tidak bermain bersama teman di lapangan sekolah atau di kelas, dan tidak berinteraksi langsung dengan guru-guru. Dapat dikatakan,  Gen C ini berciri khas (1) mengenal teman baru dan guru secara online di layar laptop atau gawai, (2) mengunjungi sekolah hanya beberapa kali saja dalam setahun, (3)  sejak awal mereka mengenal bahwa cara mereka belajar adalah online menggunakan laptop atau gawai, (4) internet adalah bagian dari proses pembelajaran.

Bagi anak-anak ini, pembelajaran tatap muka adalah sebuah disrupsi pembelajaran. Para guru harus bijak menyikapinya jika akan bertatap muka dengan mereka.

Hal itu berbeda dengan siswa SMP dan SMA yang telah terbiasa pembelajaran tatap muka sebelumnya, yaitu sejak mereka duduk di bangku kelas 1 SD, dan mereka telah mengenal teman-teman secara langsung sebelum masa pendemi. Pada saat diadakan sekolah tatap muka, mereka beradaptasi kembali ke kebiasaan lama mereka. Namun demikian, setiap sekolah perlu memperhatikan interaksi sosial bagi siswa yang belum mengenal teman-teman dan gurunya secara tatap muka karena pindah dari sekolah lain.

Akankah Sekolah "Mundur" ke Masa Lalu?

Setelah pandemi Covid-19 berlalu, akankah sekolah kembali ke masa lalu? Apakah sekolah akan melupakan pembelajaran online atau blended learning? Itulah pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap sekolah. Pada kenyataannya, new normal atau kenormalan baru adalah bahwa siswa dan guru saat ini justru semakin terbiasa dengan internet dan berbagai platform belajarnya. Kembali ke masa lalu adalah pilihan buruk bagi sekolah, karena cara belajar siswa sudah berubah, pola interaksi pun telah berubah. 

Ke depan, blended learning yaitu metode belajar yang menggabungkan antara yang tatap muka, online, dan jarak jauh, adalah pilihan terbaik bagi setiap sekolah. Guru dan siswa perlu untuk tetap menggunakan teknologi informasi sebagai salah satu cara hidup. Menggunakan laptop atau smartphone bukan lagi sebuah gaya hidup, tetapi sebuah cara hidup. Bukan sebuah kemewahan, tetapi sebuah kebutuhan.

Jadi, tantangan para pendidik dan institusi sekolah saat ini adalah menyiapkan bagaimana menghadapi Gen C ini. Beberapa hal ini perlu kita pertimbangkan bersama.

1. Penggunaan internet untuk belajar yang diintegrasikan dengan metode belajar tatap muka perlu diperhatikan. Penggunaan Learning Management System atau e-learning adalah sebuah hal dasar yang menandai bahwa sekolah memang siap untuk generasi saat ini.

2. Jadwal belajar fleksibel adalah keniscayaan, yaitu tidak hadir di sekolah pun tidak akan menjadi masalah. Tidak perlu sepanjang hari berada di sekolah.

3. Kolaborasi dengan teman dan guru secara online adalah sebuah cara hidup yang biasa.

4. Belajar melalui video explainer adalah hal biasa.

5. Peraturan sekolah, prosedur-prosedur belajar, tata-tertib sekolah perlu memasukkan bagaimana siswa, guru, dan civitas akademika berinteraksi secara online di internet. 

6. Para guru yang notabene adalah generasi yang berbeda, perlu memastikan penguasaan teknologi informasi yang dibutuhkan. Mungkin, pelatihan-pelatihan yang intens memang sangat dibutuhkan oleh para guru.

7. Bertemu dengan orang baru secara langsung perlu latihan dan pembiasaan. Guru perlu mengajarkan kebiasaan-kebiasaan interaksi sosial di sekolah.

Jadi, sudah siapkan kita mengajar Gen C?

(Penulis: Sigit Setyawan, S.S., M.Pd.)

Picture: pixabay.com

Senin, 24 Mei 2021

Poster Metode Blended Learning

Gambar Metode-Metode Blended Learning

Blended learning adalah pembelajaran yang dilaksanakan secara campuran antara online, pembelajaran jarak jauh, dan tatap muka. Porsi dari tiga hal tersebut berbeda-beda antara satu pelajaran dengan pelajaran lainnya. Misalnya, ada yang online lebih banyak daripada tatap muka dan PJJ offline. Ada pula yang PJJ Offline porsinya lebih banyak, lalu tatap muka, dan kemudian online. 

Berikut ini saya "meracik" beberapa metode pembelajaran online, pembelajaran jarak jauh offline atau tanpa internet, dan pembelajaran tatap muka. Silakan digabungkan atau di- "blended", pilih yang terbaik yang dapat Anda lakukan bersama dengan para siswa, sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing. Jika menginginkan file PDF, silakan unduh di link yang disediakan di bawah atau di sini.

Setelah Anda membaca gelembung yang ada di sana, silakan diberi tanda, mana saja yang dapat dilaksanakan di pembelajaran Anda. Kemudian sharingkan kepada rekan-rekan Anda. Poster yang ada ini boleh diunduh dan dijadikan sebagai bahan diskusi guru dalam mempersiapkan atau mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran blended learning.

Semoga dengan banyak referensi, Bapak dan Ibu guru di Indonesia semakin menjadi pahlawan yang menerangi generasi muda bangsa ini. 

Beberapa yang ditampilkan di poster antara lain adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran online

#moodle, #microsoftteams, #googleclassroom, dan sebagainya masuk dalam kategori LMS atau Learning Management System.

#whatsapp, #telegram, #email, dan sebagainya masuk dalam kategori platform informasi.

#kahoot, #quizlet, #googleform, dan sebagainya masuk dalam kategori platform untuk membuat quiz atau tes

#facebook, #instragram, #tiktok, dan sebagainya masuk dalam kategori platform media sosial


2. Pembelajaran offline atau pembelajaran tanpa internet

Dalam pembelajaran tanpa internet, para guru dapat menggunakan beberapa hal, misalnya
#modulbelajar

#bukutekspelajaran

#testertulis

dan sebagainya, di mana para siswa dapat membuat di rumah, lalu mengantarkan tugasnya ke sekolah atau mengirimkannya melalui kurir atau pos.


3. Pembelajaran tatap muka

Dalam pembelajaran tatap muka sangat banyak hal yang dapat dilakukan. Di poster ini diberikan beberapa contohnya, yang terntu saja Bapak dan Ibu guru sekalian sudah sangat familiar dengan aktivitas yang ditampilkan di poster.

Berikut ini link untuk mengunduh poster dalam bentuk PDF

Poster Metode-Metode Blended Learning.pdf


Rabu, 12 Mei 2021

Metode-Metode Blended Learning



Pembelajaran tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang disatukan kita sebut dengan blended learning atau hybrid learning. Pembelajaran jarak jauh sendiri dapat dikategorikan dalam dua metode, yaitu metode online learning (pembelajaran dalam jaringan) dan metode jarak jauh tanpa internet (pembelajaran luar jaringan). Pembelajaran online menggunakan aplikasi telewicara online seperti zoom.us, google meet, messenger, dsb. Pembelajaran tanpa internet dapat menggunakan modul belajar, paket kegiatan, atau pengumpulan tugas-tugas.

Berikut ini adalah contoh-contoh metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran kombinasi antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online.


1. Online + Tatap Muka Beda Waktu

Sekolah dapat menyediakan jadwal pembelajaran online dan tatap muka langsung dalam waktu yang berbeda. Misalnya, pembelajaran tatap muka di pagi hari dan online di siang hari, atau sebaliknya.

Plus: Siswa mendapat kesempatan untuk tatap muka dan online.

Minus: Guru bekerja dua kali lebih keras karena menyiapkan dua macam pembelajaran.

Contoh

07.00 - 10.00 : Tatap Muka

11.00 - 15.00 : Online


2. Online + Tatap Muka Bersamaan

Pada saat siswa bertatap muka di dalam kelas, guru juga online secara bersamaan. Sehingga, siswa di kelas maupun di rumah dapat belajar pada saat bersamaan.

Plus: Guru hanya menyiapkan satu materi ajar.

Minus: Apabila ada permasalahan online, hanya siswa tatap muka yang terlayani. Sebaliknya, jika guru sakit dan mengajar dari rumah, siswa yang tatap muka tidak terlayani.


3. Online + Tatap Muka Sebagian

Pada umumnya pembelajaran dilaksanakan secara online, tetapi sekolah menyediakan opsi jadwal tatap muka terbatas di mana para siswa dapat hadir di kelas. Namun, siswa yang hadir tidak banyak dan digilir.

Plus: Guru menyiapkan materi tambahan, tetapi terbatas dan siswa yang hadir diutamakan yang memiliki permasalahan sarana dan prasarana.

Minus: Apabila guru berhalangan hadir saat siswa ada yang di sekolah, siswa di sekolah tidak terlayani dengan baik.

Contoh:

Kelas Tatap Muka: Senin dan Jumat, Pk. 13.00 - 15.00


4. E-learning + Luar Jaringan + Online (Dalam Jaringan) 

Ini adalah model konsultasi. Jadwal pelajaran terdiri dari jadwal pelajaran tatap muka dan online dalam waktu yang berbeda, tetapi materinya sama. Jadi, siswa dapat memilih apakah mereka akan menggunakan e-learning + luar jaringan, ataukah  e-learning + dalam jaringan.

(Penulis: Sigit Setyawan, M.Pd.)


Sabtu, 08 Mei 2021

Teknik Penilaian Pembelajaran Online



Penulis: Sigit Setyawan, M.Pd.

Penilaian online dan penilaian tatap muka memiliki teknik yang berbeda. Evaluasi dan pengukuran hasil belajar online memiliki ciri khas tertentu antara lain sebagai berikut.

1. Kolaboratif atau dapat bekerja sama dengan siapapun di internet.

2. Komunikatif atau dapat b erbicara atau berinteraksi dengan siapapun, misalnya teman, saudara, bahkan orangtua.

3. Resourceful atau dapat mengakses sumber dari internet secara tidak terbatas.

Oleh karena itu, meminta anak-anak untuk tidak bekerja sama, tidak berkomunikasi, atau tidak mengakses informasi di internet saat penilaian online sama saja dengan meminta mereka berenang, tetapi tidak boleh basah.

Seperti kita ketahui, prinsip dari penilaian adalah adanya reabilitas dan validitas. Untuk meningkatkan keduanya, para guru perlu menggunakan beberapa teknik pengukuran untuk mendapatkan reabilitas dan validitas nilai. 

Selain itu, tes atau penilaian yang dilakukan secara online tidak dapat digunakan untuk menilai informasi hafalan atau pengetahuan  atau LOTs (Lower Order Thinking Skills) karena semuanya itu sangat mudah didapatkan melalui internet. Namun, penilaian online dapat digunakan untuk menilai aspek penerapan terhadap informasi atau pengetahuan (aplikasi, evaluasi, atau membuat sesuatu) yang merupakan HOTs (Higher Order Thinking Skills) kerja sama,  

Berikut ini adalah beberapa teknik penilaian online yang dapat dikombinasikan atau dipadu padankan.


1. Pilihan Ganda Online, Benar-Salah Online, atau Mencocokkan Online

Menggunakan soal pilihan ganda menggunakan aplikasi seperti quizizz.com, quizlet.com, atau google form, memiliki reabilitas yang sangat rendah. Namun, guru dapat menggunakannya sebagai salah satu cara mengetahui pemahaman siswa mengenai topik-topik yang dipelajari. Jika para guru menggunakan pilihan gada online, guru perlu untuk memberi waktu terbatas pada setiap soal. 


2. Tes Tertulis Online

Tes tertulis online dapat digunakan oleh para guru dan cenderung memiliki reabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tes pilihan ganda. Namun, syarat bagi tes tertulis online antara lain:

a. Diberikan durasi yang sama untuk setiap siswa;

b. Dilakukan secara bersamaan (serentak);

c. Menggunakan kriteria peniliaan yang jelas sebelum dilakukan tes.


3. Tes Lisan atau Wawancara Online

Tes lisan online dapat dilakukan oleh para guru untuk mengecek pemahaman. Dalam tes lisan ini, guru perlu mempersiapkan daftar pertanyaan dan kriteria nilainya. Sehingga, saat siswa menjawab pertanyaan secara langsung para guru dapat langsung memberikan skor.


4. Observasi Online

Guru dapat melakukan observasi secara online terhadap sikap belajar siswa. Tentu saja hal-hal yang diobservasi akan berbeda antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online. Dalam pembelajaran online, sikap belajar siswa terlihat antara lain:

a. Bagaimana siswa menggunakan kamera (camera on) dan sound (kapan mute dan kapan unmute);

b. Bagiamana siswa aktif menjawab atau bertanya, dapat dihitung frekuensinya dan dapat diukur kualitas pertanyaannya;

c. Bagaimana siswa memberikan kontribusi saat diskusi dengan teman secara online.


5. Log (track record) Proyek Online

Siswa mengerjakan proyek yang dilakukan secara online, misalnya menggunakan google slides, padlet.com, dan sebagainya. Proyek online akan efektif apabila:

a. Ada kriteria penilaian yang jelas dan dipahami oleh siswa;

b. Ada tenggat waktu atau target pengumpulan tugas;

c. Ada log aktivitas siswa, yaitu untuk mengetahui siapa saja siswa yang berkontribusi.


Demikian lima contoh bagaimana guru dapat menilai proses dan pencapaian pembelajaran para siswa. Semakin banyak metode penilaian yang digunakan untuk mengukur, maka semakin tepat ukuran atau penilaian yang diberikan oleh guru.

Jumat, 07 Mei 2021

Langkah Mudah Menulis Artikel Konten



Mudah menulis artikel konten dalam 7 langkah berikut ini.

Untuk menulis artikel atau esai untuk konten, duduk di depan komputer atau sediakan secarik kertas dan mulailah menulis. Namun, petunjuk seperti itu hanya akan menolong sedikit orang. Banyak dari kita yang kesulitan untuk mulai menulis. Kebingungan kita adalah pada apa permasalahan yang dapat kita tulis. Berikut ini adalah beberapa tips berupa langkah-langkah yang dapat kita lakukan agar kita tidak berhenti “di tengah jalan” pada waktu menulis.

Langkah 1: Menentukan topik yang akan dibahas misalnya “tawuran di Jakarta”.

Langkah 2: Menentukan jumlah kata. Perlu ditegaskan di sini bahwa jumlah kata penting untuk membatasi pokok-pokok bahasan. Semakin banyak jumlah kata, semakin banyak pula pokok pikiran yang dapat ditulis. Misalnya saja kita tentukan esei sepanjang 350 kata.

Langkah 3: Menentukan fokus permasalahan “penyebab tawuran” , “akibat tawuran”, atau “langkah-langkah mencegah tawuran”. Misalnya, kita akan membahas permasalahan “penyebab tawuran”

Langkah 4: Gelembung gagasan. Kumpulkan gagasan Anda seperti Anda menangkap gagasan di udara.

Emosi remaja

Ingin dianggap jagoan

Energi remaja yang berlebihan

Masalahnya ada pada diri remaja

Lemahnya pengawasan sekolah

Nggak ada konsekuensi yang berat dari sekolah

Pendidikan moral di sekolah gagal

Masalahnya ada pada pihak sekolah

Orangtua nggak peduli

Masalahnya ada pada orangtua

Sentimen antar sekolah

Membolos hal biasa

Masalahnya ada pada persoalan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Langkah 5: Membatasi pokok bahasan

Karena penulisan terbatas jumlah kata, maka tidak mungkin semua gagasan kita di atas ditulis. Maka, untuk jumlah kata yang ditentukan, kita batasi saja menjadi tiga pokok pikiran yang menurut kita paling baik dan menarik untuk kita bahas. Misalnya kita batasi pada permasalahan:

“Masalahnya ada di sekolah”: Lemahnya pengawasan sekolah, Nggak ada konsekuensi yang berat dari sekolah, dan Pendidikan moral di sekolah gagal

Langkah 6: Membuat kerangka tulisan dan Judul. 

Kerangka tulisan penting agar esei kita sistematis. Dengan sistematis maka orang akan dapat dengan mudah mengerti pendapat kita.

CONTOH MENULIS ARTIKEL

Bagian Pembuka: 

Mendeskripsikan masalah tawuran di Jakarta dengan cerita atau ilustrasi tentang akibat buruk dari tawuran pelajar.

Bagian Pembahasan:

Menjelaskan pendapat kita bahwa penyebabnya ada tiga yaitu, 

Lemahnya pengawasan sekolah: gambarkan atau jelaskan bagaimana lemahnya pengawasan sekolah, berilah contoh atau kisah nyata. Lalu, jelaskan pendapat kita mengenai hal itu.

Nggak ada konsekuensi yang berat dari sekolah: gambarkan atau jelaskan bagaimana konsekuensi tersebut tidak diterapkan di sekolah. Lalu, jelaskan pendapat kita mengenai hal itu.

Pendidikan moral di sekolah gagal: jelaskan dari sudut pandang kita bagaimana pendidikan moral di sekolah sudah gagal. Lalu, jelaskan pendapat kita mengenai hal itu.

Bagian penutup: 

Rangkumlah tiga pendapat kita itu dalam satu kalimat. 

Tulislah satu kalimat harapan atau ajakan mengenai peran sekolah dalam mencegah tawuran antar sekolah. Jika perlu, tambahkan satu kutipan peribahasa, kata-kata mutiara, atau kata-kata dari orang terkenal untuk menutup esei kita. Untuk esai yang bertujuan mengajak pembaca untuk memikirkan permasalahan, kita dapat mengakhirinya dengan pertanyaan retoris.

Langkah 7: Baca kembali esei kita apakah ada kesalahan ataukah kita perlu mengubah sistematika penulisan dan pertimbangkan apakah judul yang kita pilih sudah tepat.


Rabu, 05 Mei 2021

Bagaimana Agar Blended Learning Berkualitas

Blended learning menjadi pilihan dalam kenormalan baru akibat Pandemi Covid-19. Blended learning atau juga disebut sebagai hybrid learning ini memadukan antara pembelajaran jarak jauh dengan pembelajaran tatap muka. Namun, bisa juga dalam konteks kedua-duanya pembelajaran jarak jauh, antara jarak jauh online (dalam jaringan) dan jarak jauh tidak offline (luar jaringan). Jarak jauh online berarti siswa belajar melalui internet dan berinteraksi dengan gurunya pun melalui internet. Sedangkan jarak jauh offline siswa tidak menggunakan internet, melainkan mengambil dan mengirimkan tugas dari dan ke sekolah.

Mulai tahun pelajaran 2021-2022 kementrian pendidikan mewajibkan setiap sekolah untuk memberikan opsi tatap muka. Jadi, pembelajaran mulai Juli 2021 ada yang online dan ada pula yang tatap muka. Hal itu memunculkan beberapa permasalahan. Pertama, penjadwalan berkaitan dengan siapa saja dan kapan guru mengajar online dan offline. Apakah sekaligus akan online dan offline, ataukah bergantian? Kedua, materinya apakah yang online dan offline sama? Ketiga, adalah skenario tiba-tiba semua harus kembali online atau pembelajaran jarak jauh, dan sebagainya.

Bagaimana agar blended learning berkualitas? Berikut ini tips atau saran-sarannya.

1. Rencana Pelajaran Satu Tahun

Sekolah perlu memiliki rencana pelajaran satu tahun yang baik dan masuk akal dengan memperhatikan (a) Jumlah pertemuan, (b) durasi setiap pertemuan, (c) sarana prasarana yang dimiliki oleh siswa dan guru. Rencana pelajaran satu tahun tersebut perlu diketahui bersama antara guru, siswa, dan orangtua.

Rencana pelajaran tersebut perlu diketahui bersama oleh guru, siswa, dan orangtua dan dapat disajikan dalam LMS (Learning Management System) atau e-learning, tetapi dapat pula dalam bentuk PDF File atau print-out dan dibagikan kepada siswa dan orangtua.

2. Fokus Pada Keterampilan 4C

Banyak ahli pendidikan sepakat mengenai keterampilan 4C untuk menyiapkan anak di masa depan. Keterampilan 4C tersebut adalah collaborative, creative, communicative, dan critical thinking. Dengan kata lain, sekolah fokus pada mengembangkan kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam tim, berkreasi dengan apa yang mereka miliki, mampu berkomunikasi dengan baik (secara lisan, online, maupun tulisan), serta memiliki kemampuan berpikir kritis seperti mengemukakan pertanyaan dan membuat kesimpulan-kesimpulan.

3. Kembangkan Heutagogi

Heutagogi atau self-determined learning perlu dikembangkan di setiap tahap pendidikan. Heutagogi adalah mengenai bagaimana caranya agar anak memiliki tekad (bukan hanya keinginan) untuk belajar mandiri. Kemampuan anak-anak kita untuk belajar mandiri dan memiliki motivasi yang kuat akan membawa mereka menjadi pembelajar seumur hidup, kapanpun dan di manapun. Seperti apa yang dikatakan oleh Maria Montessori bahwa seorang guru yang berhasil adalah ketika siswa belajar pada saat gurunya tidak ada.

Jadi, meskipun para siswa berada di rumah dan tanpa pengawasan, mereka tetap memiliki keinginan yang kuat untuk belajar. Mereka perlu tahu mengapa mereka belajar, bagaimana, dan apa yang akan terjadi jika mereka belajar dengan baik.

Demikian tiga tips ini semoga sekolah-sekolah di Indonesia mampu menyajikan layanan pendidikan berkualitas dalam bentuk blended learning. (Penulis: Sigit Setyawan, S.S., M.Pd.)

BEBERAPA AKTIVITAS PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MINECRAFT FOR EDUCATION SEBAGAI METAVERSE

(Sigit Setyawan, S.S., M.Pd  -  sigitsetyawan.com ) Berikut ini adalah beberapa aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru dan si...