Senin, 12 Februari 2024

BEBERAPA AKTIVITAS PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MINECRAFT FOR EDUCATION SEBAGAI METAVERSE

(Sigit Setyawan, S.S., M.Pd  -  sigitsetyawan.com)

Berikut ini adalah beberapa aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru dan siswa di Metaverse yang menggunakan Minecraft for Education. Kegiatan ini bersifat umum, para guru mohon untuk memilih dan menyesuaikan kebutuhan masing-masing.


1. Building Creation

a. Siswa membuat kreasi berdasarkan tema tertentu, misalnya tema binatang, bintang, atau bangunan khas nusantara.

b. Siswa membuat bentuk dengan ketentuan jumlah balok yang dipakai sesuai dengan rumus atau ketentuan guru.

c. Siswa membuat wahana permainan, kemudian secara bergantian siswa lain memainkan wahana tersebut.

d. Guru matematika atau ekonomi dapat menentukan jumlah balok yang dapat digunakan, dengan memberikan nilai rupiah setiap baloknya. Kemudian siswa membangun rumah atau restauran berdasarkan nominal yang mereka miliki masing-masing.


2. Problem Solving

a. Guru membuat beberapa soal di Minecraft, lalu siswa membaca seluruh soal yang diberikan. Setelah itu, siswa membuat jawabannya di “rumah” mereka masing-masing di Minecraft. Dalam hal ini siswa sudah terlebih dahulu memiliki rumah di Minecraft. Guru mengunjungi rumah siswa untuk menilai.

b. Guru membuat area-area yang nantinya akan dibangun sesuatu oleh siswa. Guru membuat bentuk yang belum jadi dan memberikan petunjuk. Siswa menyusun bentuk tersebut sesuai dengan petunjuk teka-teki dari guru.

c. Guru memberikan teka-teki di Minecraft, siswa merumuskan jawabannya di kelas atau di form lain di internet. Sebagai alternatif, dapat juga siswa membuat jawaban di "rumah" masing-masing di Minecraft.


 3. Presentation

a. Siswa membuat presentasi atas permasalahan yang diberikan di Minecraft, lalu siswa menjelaskan secara langsung di kelas. Alternatifnya, siswa membuat presentasi power point atau canva dengan screeshot bagian per bagian yang dianggap penting.

b. Guru Bahasa dapat meminta siswa untuk menyusun sebuah cerita. Lalu, siswa membuat sebuah set drama atau film di Minecraft. Kemudian siswa menjalankan cerita tersebut di Minecraft atau dengan cara merekamnya menjadi sebuah film.


Demikian enam aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan di kelas. Jika ada ide lain, silakan ketik di kolom komentar.



Kamis, 10 Agustus 2023

Teaching 5.0

teaching 5.0

Tentang Buku Teaching 5.0 penerbit PT. Kanisius

Era Society 5.0 telah tiba dan kini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan nyata perubahan paradigma pendidikan baru untuk menjawab tantangan zaman. Pesatnya perkembangan Artificial Intelligence (AI) dan berbagai teknologi baru membuat para pendidik harus memikirkan berbagai cara untuk terhubung dengan dunia para siswa dan bagaimana mempersiapkan mereka untuk masa depan.

Buku ini menyediakan 15 metode pembelajaran untuk mewujudkan keterampilan yang dibutuhkan oleh siswa dalam “era 5.0” yaitu Creative, Collaborative, Communicative, dan Critical Thinking atau biasa dikenal dengan istilah keterampilan 4C.

Teaching 5.0 disajikan khusus untuk para guru yang ingin langsung mempraktikkan metode-metode pembelajaran 4C di kelas. Berisi ilustrasi bagaimana penerapannya dan langkah demi langkah yang dapat langsung dilaksanakan, buku ini menjadi salah satu referensi penting bagi semua guru di Indonesia.

Untuk pembelian buku teaching 5.0 dapat melalui https://wa.me/6282237478080 penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta.


Minggu, 05 Februari 2023

Classroom Management: Empat Prinsip Berlian

Dalam buku  Classroom Management Empat Prinsip Berlian, Classroom Management adalah pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru dan siswa pada saat pembelajaran agar kegiatan belajar menjadi efektif (Setyawan, 2022).

Untuk melaksanakan pembelajaran yang efektif, diperlukan manajemen kelas yang efektif. Ada empat prinsip yang dapat dilakukan agar manajemen kelas menjadi efektif. 

Prinsip Ke-1 : Peraturan dan Prosedur

Guru memperkenalkan dan mengimplementasikan peraturan dan prosedur di kelas kepada siswa.

Prinsip Ke-2 : Pembiasaan

Siswa memiliki kebiasaan-kebiasaan baik di kelas. Hal itu muncul dari kebiasaan baik guru dan kebiasaan baik siswa yang memang ditentukan atau dilatihkan.

Prinsip Ke-3 : Penguatan

Tidak hanya dibiasakan, peraturan dan prosedur juga diberikan penguatan. Seringkali peraturan dan prosedur yang ditentukan oleh guru di dalam kelas melemah atau dilupakan siswa seiring dengan berjalannya waktu. Perlu ada penguatan baik penguatan positif maupun negatif.

Prinsip Ke-4 : Pengenalan Pribadi

Tanpa adanya pengenalan pribadi kepada siswa, maka peraturan dan prosedur akan menjadi kaku dan siswa tidak memahami mengapa dan untuk apa peraturan dan prosedur itu dilaksanakan. Guru perlu untuk mengenal siswa satu per satu di kelasnya agar manajemen kelas menjadi semakin baik. 


Sumber: 

Setyawan, Sigit. 2022. Classroom Management: Empat Prinsip Berlian. Yogyakarta: Kanisius.

Kamis, 25 Agustus 2022

Tips Praktis Classroom Management di Kelas

 


Sigit Setyawan, 2022. Classroom Management Empat Prinsip Berlian. Kanisius: Yogyakarta.

Selengkapnya kunjungi manajemenkelas.com

Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola kelasnya. Guru yang hebat hampir selalu dikaitkan dengan classroom management yang baik. Sebaliknya, guru yang kurang cakap dalam mengajar sering dinilai dari classroom management yang kurang baik.

 

Buku ini memberikan tips praktis langkah demi langkah yang disebut dengan 4 Prinsip Berlian dalam classroom management. Keempat prinsip tersebut dapat langsung diterapkan oleh para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

 

Buku ini juga dilengkapi dengan contoh-contoh praktis bagaimana mengelola kelas dan indikator-indikator untuk mengevaluasi apakah saat ini pembelajaran sudah dikelola dengan baik?

 

Temukan tips-tips praktisnya dalam buku ini.


Selasa, 22 Juni 2021

Mengapa Anak Gagal dalam Pelajaran? Ini Jawabannya!



Mengapa anak gagal dalam pelajaran dapat dijawab melalui serangkaian penelitian yang dilakukan oleh Thorndike di sekitar tahun 1930 yang masih relevan di era internet saat ini.

Pertama, karena anak tidak merasa memiliki. Thorndike menyebutnya sebagai belongingness. Jika anak merasa tidak butuh dengan pelajarannya, tidak mau ikut, atau merasa tidak ada koneksi antara apa yang dipelajari dengan kebutuhan dirinya, maka anak akan gagal dalam belajar. Demikian pula orang dewasa, jika dipaksa melakukan sesuatu yang menurutnya tidak dibutuhkan, maka akan sia-sia saja pelatihan yang diberikan kepadanya.

Kesalahan para orang tua dan guru adalah memaksa anak dalam belajar, ikut les, atau kursus-kursus. Padahal, si anak tidak mau. Dari penelitian yang dilakukan pada waktu itu, tidak adanya rasa "butuh" itu membuat tidak adanya koneksi antara pelajaran yang diberikan dengan anak atau peserta didik, maka pelajaran akan gagal.

Kedua, karena anak tidak siap. Thorndike meyebutnya sebagai law of readiness atau hukum kesiapan. Ini sangat mirip dengan apa yang dikemukakan oleh Piaget tentang langkah pertama dalam pembelajaran adalah siap untuk belajar. Ada banyak hal yang perlu disiapkan agar anak (atau bahkan diri kita) siap dalam belajar, antara lain siap mental, siap nalar, siap fisik, dan siap sarana prasarana.

Kesiapan mental tergantung dari diri masing-masing, apakah memang tahu kapan dan untuk apa ada di dalam sebuah kelas. Kesiapan nalar tergantung dari pengetahuan prasyarat yang dimiliki, tergantung pula dari apakah guru memberikan materi yang sesuai dengan usianya. Siap fisik tergantung dari apakah kondisi sedang sehat ataukah sakit. Juga, apakah kita memiliki sarana dan prasarana yang dibutuhkan agar saat belajar itu nyaman rasanya.

Ketiga, karena anak tidak mendapat efek apa-apa setelah belajar. Thorndike menyebutnya sebagai law of effect. Kalau setelah belajar anak tidak mendapatkan sesuatu yang berarti, misalnya pengetahuan, keterampilan, atau pujian, maka anak tidak mau belajar. Bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun demikian. Kita sering mengalami betapa malasnya mengikuti seminar atau pelatihan karena tidak ada efek apapun setelah seminar atau pelatihan itu dilaksanakan.

Thorndike menemukan bahwa ternyata "hukuman" tidak efektif membuat peserta didik itu mau belajar dengan lebih sungguh-sungguh. Dalam revisinya terhadap teorinya pasca 1930an itu, Thorndike mengatakan bahwa efek hukuman ternyata tidak meningkatkan semangat belajar. Lalu apa yang meningkatkan semangat belajar? Yang meningkatkan semangat belajar adalah "pujian" atau reward atau disebut juga sebagai penguatan positif. Jadi, jika seseorang itu mencapai tingkat pembelajaran tertentu "hadiahnya" apa itulah yang ternyata memberikan efek baik terhadap sikap belajar. Nah, itu yang dicari oleh setiap orang pada saat mengikuti pelajaran atau pelatihan, nanti dapat apa setelah pelatihan.

Jadi, kita sebagai orang tua, guru, atau pemimpin lembaga, pada saat meminta seseorang untuk ikut dalam pelajaran, seminar, atau pelatihan, perlu untuk memperhatikan riset Thorndike tersebut. Belongingness, law of readiness, dan law of effect menjadi tiga kata kunci yang dapat kita gunakan agar setiap peserta didik berhasil dalam pembelajarannya. Ketiga hal itu pula yang menjadikan peserta didik mengalami kegagalan, setidak-tidaknya menurut riset Thorndike. (Sigit Setyawan, M.Pd.)

Picture: pixabay.com

BEBERAPA AKTIVITAS PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MINECRAFT FOR EDUCATION SEBAGAI METAVERSE

(Sigit Setyawan, S.S., M.Pd  -  sigitsetyawan.com ) Berikut ini adalah beberapa aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru dan si...